Aku mempunyai
seorang kawan yang sudah tua. Namanya adalah Pak Sunarto. Aku mengenalnya beberapa
tahun yang lalu di Pasar Masaran Cawas. Saat itu aku bekerja sebagai
Operator Warnet- Army Net di alamat yang sama. Aku mengenalnya karena ia sering
melambaikan tangannya dari balik kaca transparan di pagi hari ketika ia datang
dan sore hari ketika ia akan pulang bekerja. Ia bekerja dan duduk di luar ruangan
sebagai tukang jam. Sedangkan aku duduk di dalam ruangan sebagai operator. Di hari-hari pertama aku merasa heran dengan
apa yang ia lakukan.
Suatu saat aku
bertanya kepada temanku yang telah lebih dahulu mengenalnya. Dari temanku itu
aku mengetahui namanya “Pak Sunarto”. Temanku juga memberitahu dimana alamat rumahnya. Lalu aku meluangkan
waktuku untuk berbicara dan berkenalan. Karena kami sering bertemu, kami menjadi
akrab dan bercerita berbagai hal.
Suatu kali aku diundang ke rumahnya. Ia
bercerita tentang anak laki-laki yang kuliah di Semarang. Aku sangat tertarik
mengetahuinya karena namanya Edi Sugiharto. Nama yang hampir sama dengan kakakku
Edi Suparno. Pak Sunarto memberikan nama anak bungsunya dengan nama Edi
Sugiharto dengan harapan anaknya itu menjadi orang yang kaya. Nama Sugiharto
adalah berarti kaya harta (kata sugih artinya
kaya dan Arta atau Harta artinya uang). Harapan Pak Sunarto kesampaian, mas Edi Sugiharto bisa kuliah dan bekerja mandiri di UNNES Semarang. Ia
juga membuka kios servis jam di dekat kampus di UNNES Semarang. Ia mewarisi ilmu
tentang dunia jam dari bapaknya.
Karena kesibukan,
aku tidak lagi bertemu dengan Pak Sunarto beberapa tahun. Namun suatu saat
kakakku Edi Suparno memintaku untuk membawa jam tangannya agar diperbaiki oleh
Pak Sunarto. Saat itu aku merasa berat untuk melakukan. Aku tidak tahu kenapa,
tetapi kadang kita manusia seperti itu. Kita malas untuk melakukan pekerjaan
tertentu, padahal kita dulu senang sekali melakukannya. Setelah beberapa hari, akhirnya juga aku berangkat juga. Aku mendatangi Pak Sunarto yang sedang bekerja di Pasar. Aku
memberikan jam tangan kakakku untuk diperbaiki. Masalahnya ternyata sangat
sederhana, baterainya habis. Saat diganti baterai baru, jam itu bisa bergerak.
Saat itu kami juga bercerita banyak hal. Ia bercerita bahwa
anaknya Edi Sugiharto itu menawarinya untuk berangkat umroh.
Tetapi Pak Sunarto merasa belum siap. Ia merasa masih banyak dosa dan belum
hafal doa-doanya. Lalu
aku berkata, “Umroh itu keinginan banyak orang. Berbakti kepada orang tua
(dengan cara memfasilitasi biaya umroh) itu juga impian setiap orang. Berangkat
saja segera. Waktu anda tidak banyak. Jika sampai bisa hafal semua doa, sampai
kapan? Kebetulan beberapa bulan lalu paman dan bibiku di Semarang juga
berangkat Umroh.”
Pak Sunarto mengerti dan senang dengan perkataanku. Saat
itu ia berniat untuk berangkat umroh dengan fasilitas biaya dari anaknya. Umroh
itu impian banyak orang. Berbakti kepada kedua orang tua itu juga impian banyak
orang. Namun tidak setiap orang bisa melakukan. Semuanya terjadi atas izin
Tuhan.
Ketika
aku berkunjung kembali ke rumahnya di Baran, aku menegaskan lagi, “Berangkat
Umroh saja segera. Anda telah sukses menjadi orang tua dan sekaligus guru.
Pertama anda telah berhasil menjadi orang tua pada umumnya (merawat anak hingga
tumbuh besar, sekolah dan berkeluarga), dan kemudian anda bisa mewariskan ilmu
anda ---mengenai dunia jam kepada anak anda. Dan anak anda sukses dari hasil
bisnis jam. Biaya umroh yang akan keluarkan untuk anda belum sebanding dengan
ilmu jam anda yang telah anda berikan kepada anak anda untuk bekalnya dalam
bisnis jam.” Pak Sunarto sangat senang dengan perkataanku. Aku kemudian
berpamitan dan mohon diri. Ia memintaku untuk datang di lain kali. Ia juga
memintaku agar mengunjungi anaknya itu di Semarang suatu saat nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar